2.3.a.9. Koneksi Antar Materi - Coaching
Oleh :
Faritsza Faujiah, S.Pd (SMP Negeri 1 Sidemen)
CGP Angkatan 4 Kabupaten Karangasem-Bali
Sistem Among (Tut Wuri Handayani) menjadi salah satu kekuatan dalam pendekatan pendampingan (coaching) bagi guru. Tut Wuri (mengikuti, mendampingi) mempunyai makna mengikuti/mendampingi perkembangan murid dengan penuh (holistik) berdasarkan cinta kasih tanpa pamrih, tanpa keinginan menguasai dan memaksa. Handayani (mempengaruhi) mempunyai makna merangsang, memupuk, membimbing dan memberi teladan agar murid mengembangkan pribadinya melalui disiplin pribadi. Among merupakan bahasa Jawa yang memiliki arti mengasuh, mengikuti, mendampingi. Guru (Pamong/Pedagog) adalah seorang memiliki cinta kasih dalam membimbing murid sesuai dengan kekuatan kodratnya. Guru sejatinya bebas dari segala ikatan/belenggu untuk menguasai dan memaksa murid. Sistem Among dapat disebut juga sebagai upaya memanusiakan sang anak sebagai seorang manusia (humanisasi).
Ki Hadjar
Dewantara menekankan bahwa tujuan pendidikan itu ‘menuntun’ tumbuhnya atau hidupnya kekuatan kodrat anak
sehingga dapat memperbaiki lakunya. oleh sebab
itu keterampilan coaching
perlu dimiliki para pendidik untuk
menuntun segala kekuatan
kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai
manusia maupun anggota masyarakat.
Dalam proses coaching, murid diberi
kebebasan namun pendidik sebagai
‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan memberdayakan potensi yang ada agar murid
tidak kehilangan arah dan
membahayakan dirinya. Para ahli mendefinisikan coaching sebagai:
- sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada
solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi
peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan
pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999)
- kunci pembuka potensi seseorang untuk untuk
memaksimalkan kinerjanya. Coaching lebih kepada membantu
seseorang untuk belajar daripada mengajarinya (Whitmore, 2003)
- Coaching adalah sebuah kegiatan komunikasi
pemberdayaan (empowerment) yang bertujuan membantu para coachee dalam
mengembangkan potensi yang dimilikinya dalam mencari solusi dari
permasalahan yang dihadapi agar hidupnya menjadi lebih efektif. Kemampuan
berkomunikasi menjadi kunci dari proses coaching sebab
pendekatan dan teknik yang dilakukan dalam coaching merupakan
proses mendorong dari belakang sehingga coachee dapat
menemukan jawaban dari apa yang dia temukan sendiri (Pramudianto, 2015),
bukan dengan diarahkan atau digurui. Inilah yang menjadi keunikan coaching.
Selain definisi-definisi yang diungkapkan oleh para
ahli yang telah disebutkan di atas, International Coach Federation (ICF)
mendefinisikan coaching sebagai:
“…bentuk kemitraan bersama klien (coachee)
untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui
proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif.”
Dari definisi ini, Pramudianto (2020) menyampaikan
tiga makna yaitu:
- Kemitraan.
Hubungan coach dan coachee adalah
hubungan kemitraan yang setara. Untuk membantu coachee mencapai
tujuannya, seorang coach mendukung secara maksimal tanpa
memperlihatkan otoritas yang lebih tinggi dari coachee.
- Memberdayakan.
Proses inilah yang membedakan coaching dengan proses
lainnya. Dalam hal ini, dengan sesi coaching yang
ditekankan pada bertanya reflektif dan mendalam, seorang coach dapat
menggali, memetakan situasinya sehingga menghasilkan pemikiran atau
ide-ide baru.
- Optimalisasi.
Selain menemukan jawaban sendiri, seorang coach akan
berupaya memastikan jawaban yang didapat oleh coachee diterapkan
dalam aksi nyata sehingga potensi coachee berkembang.
Jadi berdasarkan pengertian coaching tersebut, hal ini menjadi landasan kita
bahwa pentingnya peran guru sebagai penuntun (Among) dan coach disekolah. Oleh sebab itu, kaitannya
adalah dengan menerapkan filosofi Ki Hajar Dewantara berarti kita sebagai guru telah berperan sebagai Penuntun (Sistem Among) atau seorang Coach di
sekolah karena telah menuntun kekuatan kodrat atau potensi murid. Dalam proses coach dan menuntun kekuatan kodrat (potensi)
anak adalah dengan menerapkan
pembelajaran berdiferensiasi di kelas artinya kita sebagai
guru telah memenuhi kebutuhan murid belajar (kesiapan belajar, minat dan
profil belajar murid) sekaligus dengan menerapkan pembelajaran
sosial emosional (PSE) di kelas maupun komunitas sekolah karena pembelajaran sosial
emosional (PSE) merupakan pembelajaran kepada anak yang mengajarkan
keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan anak untuk dapat bertahan dalam
masalah sekaligus memiliki kemampuan memecahkannya, juga untuk mengajarkan
mereka menjadi orang yang berkarakter baik. Pembelajaran sosial-emosional
mengenai pengalaman apa yang akan dialami siswa, apa yang dipelajari siswa dan
bagaimana guru mengajar. Sehingga Pengalaman-pengalaman tersebut membantu siswa
memahami diri mereka sendiri dan orang lain. Selain itu pentingnya guru menerapkan
pembelajaran sosial dan emosional, baik bagi dirinya maupun murid karena dengan
Pembelajaran Sosial-Emosional (PSE) dapat memiliki kemampuan mengelola emosi
(kesadaran diri), pengelolaan diri, kesadaran sosial, keterampilan membangun
relasi, sehingga dapat mengambil keputusan yang bertanggung jawab. Dengan demikian
melalui pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial emosional (PSE),
maka membantu guru sebagai penuntun (Among) dan coach di sekolah dalam menuntun
kekuatan kodrat (potensi) murid untuk mengembangkan potensi yang dimiliki murid dengan
menggunakan kompetensi sosial dan emosional yang telah dimilikinya dalam
mencari solusi dari permasalahan yang dihadapi agar hidupnya menjadi lebih
efektif, sehingga dengan proses menuntun (among) atau
proses coaching telah mewujudkan kemerdekaan
belajar murid dan mengembangkan karakter serta potensi murid sesuai dengan
profil pelajar Pancasila.
Dalam konteks pendidikan
Indonesia saat ini, pendekatan coaching menjadi
salah satu proses ‘menuntun’ kemerdekaan belajar murid dalam pembelajaran di sekolah. Pendampingan dengan pendekatan Coaching menjadi proses yang sangat penting dilakukan di sekolah terutama dengan
diluncurkannya program Merdeka Belajar oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. Program ini dapat
membuat murid menjadi lebih merdeka dalam mengeksplorasi
diri dan mengoptimalisasikan potensi guna mencapai
tujuan pembelajaran. Harapannya, pendampingan murid melalui
pendekatan coaching dapat menjadi
salah satu langkah
tepat bagi guru untuk membantu
murid mencapai tujuannya yaitu kemerdekaan dalam belajar.
Sistem
Among, Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo
Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani, menjadi
semangat yang menguatkan keterampilan
komunikasi guru dan murid dengan menggunakan pendekatan Coaching. Tut Wuri Handayani
menjadi kekuatan dalam pendekatan proses Coaching.
Sebagai seorang Guru dengan semangat
Tut Wuri Handayani,
maka perlulah kita menghayati dan memaknai cara berpikir atau mindset Ki
Hajar Dewantara sebelum
melakukan pendampingan dengan pendekatan coaching. Pendekatan komunikasi dengan proses coaching merupakan sebuah dialog antara
guru dan murid yang terjadi secara
emansipatif dalam sebuah ruang perjumpaan yang penuh kasih dan persaudaraan. Oleh sebab itu, empat (4) cara berpikir
ini dapat melatih guru dalam menciptakan semangat Tut Wuri Handayani dalam setiap perjumpaan pada setiap proses
komunikasi dan pembelajaran.
Tut Wuri Handayani Mindset
Murid adalah Mitra Belajar |
Emansipatif |
Memberikan apresiasi kepada murid sebagai mitra belajar. Guru sejatinya memiliki sebuah cara berpikir bahwa dalam proses coaching keduanya memiliki
kesepahaman yang sama tentang
belajar. Ketika mendengarkan murid,
guru belajar mengenali kekuatan
dirinya juga mengenali muridnya
secara mendalam. Demikian pula
sebaliknya, tuntunan yang diberikan guru
memberikan ruang bagi
siswa untuk menemukan kekuatan dirinya sebagai murid dan sebagai manusia. |
Proses coaching membuka
ruang emansipatif bagi guru dan
siswa untuk merefleksikan
kebebasan mereka melalui
kesepakatan dan pengakuan bersama
terhadap norma-norma yang mengikat
mereka. Ruang emansipatif memberi
peluang bagi murid untuk menemukan
kekuatan kodratnya, potensi
dirinya, dan kekuatan yang dimilikinya. |
Kasih
dan Persaudaraan |
Ruang Perjumpaan Pribadi |
Proses coaching
sebagai sebuah latihan menguatkan semangat Tut Wuri Handayani yaitu mengikuti/mendampingi/mendorong kekuatan kodrat murid secara holistik berdasarkan
cinta kasih dan persaudaraan tanpa
pamrih, tanpa keinginan menguasai dan memaksa. Murid adalah seorang manusia yang memiliki kebebasan untuk mendapatkan cinta kasih. |
Proses coaching merupakan
sebuah ruang perjumpaan pribadi
antara guru dan murid sehingga
keduanya membangun rasa percaya
dalam kebebasan masing-masing.
Kebebasan tercipta melalui
pertanyaan- pertanyaan reflektif untuk menguatkan kekuatan kodrat murid. |
Murid kita di sekolah tentunya memiliki potensi yang berbeda-beda dan menunggu untuk
dikembangkan. Pengembangan potensi inilah yang menjadi tugas saya
seorang guru.
Apakah pengembangan diri anak ini cepat,
perlahan-lahan atau bahkan
berhenti adalah tanggung
jawab seorang guru karena pengembangan diri anak dapat dimaksimalkan dengan proses coaching.
Ingat bahwa dalam coaching, tugas coach adalah memfasilitasi coachee untuk mencapai tujuan yang dia inginkan, bukan yang coach inginkan. Coaching adalah salah satu kompetensi pemimpin di abad 21 yang perlu untuk terus dikembangkan, dan lewat keterampilan berkomunikasi yang terus diasah, kita dapat memberdayakan potensi murid kita sehingga baik mereka ataupun diri kita sendiri dapat optimal dalam belajar dan berkarya. Ada empat aspek berkomunikasi yang perlu kita pahami dan kita latih untuk mendukung praktik Coaching kita antara lain :
- Komunikasi asertif
- Pendengar aktif
- Bertanya efektif
- Umpan balik positif
Pendampingan
yang dihayati dan dimaknai secara utuh oleh
seorang guru, sejatinya menciptakan ARTI
(Apresiasi-Rencana-Tulus-Inkuiri) dalam
proses menuntun kekuatan kodrat anak (murid sebagai coachee). ARTI sebagai prinsip
yang harus dipegang ketika melakukan pendampingan kepada murid.
ARTI : Apresiasi - Rencana - Tulus
- Inkuiri
Apresiasi |
Dalam proses coaching,
seorang coach memposisikan coachee
sebagai mitra dan menghormati setiap apa yang dikomunikasikan, memberikan tanggapan
positif dari apa yang disampaikan.
Apresiasi merupakan nilai yang terkandung dalam komunikasi yang memberdayakan. |
Rencana |
Setiap proses pendidikan yang kita rancang pastilah bertujuan untuk mencapai sesuatu, begitu pula
dengan Coaching. Proses coaching
dilakukan sebagai pendampingan bagi coachee
dalam menemukan solusi dan
menggali potensi yang ada dalam diri, yang kemudian dituangkan dalam sebuah
tindakan sebagai bentuk tanggung
jawab (TIRTA). |
Tulus |
“Being present in the coaching session”. Pada saat sesi coaching,
seorang coach hendaknya Tulus memberikan waktu dan diri seutuhnya dalam
melakukan proses coaching. Dengan sebuah niat dan kesungguhan ingin membantu coachee
dlm pengembangan potensi mereka. |
Inkuiri |
Dalam proses coaching, seorang coach menuntun agar coachee dapat menggali,
memetakan situasinya sehingga menghasilkan pemikiran atau ide-ide baru atas
situasi yang sedang dihadapi. Proses coaching menekankan pada proses inkuiri
yaitu kekuatan pertanyaan atau proses bertanya yg muncul dalam dialog saat coaching.
Pertanyaan efektif mengaktifkan kemampuan berpikir reflektif para murid dan
keterampilan bertanya mereka dalam pencarian makna dan jawaban atas situasi atau
fenomena yang mereka hadapi dan jalani. |
Proses menciptakan ARTI dapat dilatih melalui
pendekatan coaching sistem among dengan menggunakan metode
TIRTA yang dikembangkan dari satu model umum coaching yang
dikenal sangat luas dan telah banyak diaplikasikan, yaitu GROW model. GROW adalah
kepanjangan dari Goal, Reality, Options dan Will.
Pada tahapannya antara lain:
- Goal (Tujuan): coach perlu mengetahui apa tujuan
yang hendak dicapai coachee dari sesi coaching ini,
- Reality (Hal-hal yang nyata): proses menggali semua hal yang terjadi
pada diri coachee.
- Options (Pilihan): coach membantu coachee dalam
memilah dan memilih hasil pemikiran selama sesi yang nantinya akan
dijadikan sebuah rancangan aksi.
- Will (Keinginan untuk maju): komitmen coachee dalam
membuat sebuah rencana aksi dan menjalankannya.
Model TIRTA
dikembangkan dengan semangat merdeka belajar yang menuntut guru untuk memiliki
keterampilan coaching. Hal ini penting mengingat tujuan coaching yaitu
untuk melejitkan potensi murid agar menjadi lebih merdeka. Melalui model TIRTA,
guru diharapkan dapat melakukan pendampingan kepada murid melalui
pendekatan coaching di komunitas sekolah dengan lebih mudah dan
mengalir.
TIRTA kepanjangan dari
T: Tujuan
I: Identifikasi
R: Rencana aksi
TA: Tanggung jawab
Dari segi bahasa,
TIRTA berarti air. Air mengalir dari hulu ke hilir. Jika kita ibaratkan murid
kita adalah air, maka biarlah ia merdeka, mengalir lepas hingga ke hilir
potensinya. Kita sebagai guru memiliki tugas untuk menjaga air itu tetap
mengalir, tanpa sumbatan.
Koneksinya dengan menilik kembali filosofi Ki Hajar Dewantara tentang peran utama guru (Pamong/Pedagog), maka memahami pendekatan Coaching menjadi selaras dengan Sistem Among sebagai salah satu pendekatan yang memiliki kekuatan untuk menuntun kekuatan kodrat anak (murid). Dengan demikian keterampilan coaching dapat membantu profesi saya sebagai guru dalam menjalankan pendidikan yang berpihak pada murid karena dengan coaching saya dapat menuntun kekuatan kodrat (potensi) murid saya dan telah membantu murid saya dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya dalam mencari solusi dari permasalahan yang dihadapi agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Selain itu peran saya sebagai guru dalam proses coaching sangat penting karena dapat digunakan untuk menggali potensi murid sekaligus mengembangkannya dengan berbagai strategi yang disepakati bersama. Proses coaching yang berhasil akan memotivasi para murid untuk menjadi lebih baik karena mereka merasakan potensi mereka tergali dan berkembang seiring dengan proses dan hasil dari coaching yang mereka telah lakukan. Dengan proses coaching saya sebagai guru telah mewujudkan murid merdeka belajar dan mengembangkan karakter anak sesuai dengan profil pelajar Pancasila. Kaitannya dengan kemerdekaan belajar, berarti proses coaching juga merupakan proses untuk mengaktivasi kerja otak murid. Pertanyaan-pertanyaan reflektif dalam dapat membuat murid melakukan metakognisi. Selain itu, pertanyaan-pertanyaan dalam proses coaching juga membuat murid lebih berpikir secara kritis dan mendalam. Yang akhirnya, murid dapat menemukan potensi dan mengembangkannya.
Komentar
Posting Komentar